Aku tak ingin mati terjerat dalam cemas yang membelenggu, Biarkan rindu menancap dalam, meski perih menusuk kalbu. Menjauh bukan berarti mematikan rasa yang ada, Aku hanya ingin melangkah, menikmati sunyi, merenung dalam rela.
Dalam lamunanku yang dulu begitu kelam, Kini pandangan menjadi terang, jiwa pun tenang. Tubuh tak lagi mampu bergerak, apalagi berjuang, Namun mata ini mulai terbuka, setelah lama terkurung dalam mimpi yang beku oleh cemas yang membara.
Akankah kau datang menjelma pelukan hangat, Atau hadir sebagai relawan dengan doa, menyembuhkan luka? Atau mungkin kau hanya datang menenangkan, di tengah badai kecemasan?
Aku tak peduli, karena senyumanmu tetap jadi obat, Candu yang meredakan perih perpisahan, tanpa banyak kata.
Bagiku, sayang tetaplah sayang, Pergi hanyalah cara untuk menghadapi kelelahan. Mungkin kau memilih sang pangeran dengan kereta putihnya, Yang kini tak lebih dari tumpukan sampah di ujung cakrawala.
Sementara aku, kunci motor yang kau temukan di lemari, Lalu hilang bersama kenangan, yang kini kau cari di tengah isak tangismu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar